Translate


Obat-obat antimikroba tidak efektif terhadap semua mikroorganisme. Spektrum aktivitas setiap obat merupakan hasil gabungan dari beberapa faktor, dan yang paling penting adalah mekanisme kerja obat primer. Demikian pula fenomena terjadinya resistensi obat tidak bersifat universal baik dalam hal obat maupun mikroorganismenya. Perubahan-perubahan dasar dalam hal kepekaan mikroorganisme terhadap antimikroba tanpa memandang faktor genetik yang mendasarinya adalah terjadinya keadaan-keadaan sebagai berikut : 
1.Dihasilkannya enzim yang dapat menguraikan antibiotik seperti enzim penisilinase, sefalosporinase, fosforilase, adenilase dan asetilase. 
2.Perubahan permeabilitas sel bakteri terhadap obat. 
3.Meningkatnya jumlah zat-zat endogen yang bekerja antagonis terhadap obat. 
4.Perubahan jumlah reseptor obat pada sel bakteri atau sifat komponen yang mengikat obat pada targetnya.
Tabel 2. Mekanisme resistensi antibiotik
 

Resistensi bakteri dapat terjadi secara intrinsik maupun didapat. Resistensi intrinsik terjadi secara khromosomal dan berlangsung melalui multiplikasi sel yang akan diturunkan pada turunan berikutnya. Resistensi yang didapat dapat terjadi akibat mutasi khromosomal atau akibat transfer DNA.
 
Bakteri resisten antibiotik (Dikutip dari Levy , 1998)
Sifat resistensi terhadap antibiotik melibatkan perubahan genetik yang bersifat stabil dan diturunkan dari satu generasi ke generasi lainnya, dan setiap proses yang menghasilkan komposisi genetik bakteri seperti mutasi, transduksi (transfer DNA melalui bakteriofaga), transformasi (DNA berasal dari lingkungan) dan konjugasi (DNA berasal dari kontak langsung bakteri yang satu ke bakteri lain melalui pili) dapat menyebabkan timbulnya sifat resisten tersebut. Proses mutasi, transduksi dan transformasi merupakan mekanisme yang terutama berperan di dalam timbulnya resistensi antibiotik pada bakteri kokus Gram positif, sedangkan pada bakteri batang Gram negatif semua proses termasuk konjugasi bertanggung jawab dalam timbulnya resistensi (Sande, 1990). 
Telah diketahui lebih dari dua dekade bahwa penyebaran sifat resisten secara cepat dan luas dapat terjadi di antara spesies bakteri yang sama maupun yang berbeda, bahkan juga di antara genus yang berbeda melalui perantaraan plasmid (faktor R). Pada resistensi dengan perantaraan plasmid, mikroorganisme mendapatkan kemampuan tambahan dalam bentuk produksi enzim dan pada mutasi terjadi perubahan struktur di dalam sel bakteri (Brooks, 1998). 
Resistensi akibat mutasi
Seperti proses mutasi khromosom yang lain, mutasi yang menimbulkan keadaan resisten terhadap antibiotik juga merupakan peristiwa spontan, terjadi secara acak, tidak dipengaruhi frekuensinya oleh kondisi seleksi atau antibiotik, kecuali antibiotik tersebut sendiri adalah mutagen yang mampu meningkatkan angka mutasi. Perubahan yang terjadi pada mutasi biasanya mengenai satu pasangan basa pada urutan nukleotida gen. Mutasi khromosom mengakibatkan perubahan struktur sel bakteri antara lain perubahan struktur ribosom yang berfungsi sebagai “target site”, perubahan struktur dinding sel atau membran plasma menjadi impermeabel terhadap obat, perubahan reseptor permukaan dan hilangnya dinding sel bakteri menjadi bentuk L (“L-form”) atau sferoplast. Penggunaan antibiotik secara luas dan dalam jangka waktu yang lama merupakan proses seleksi, sehingga galur mutan akan berkembang biak menjadi dominan di dalam populasi.
Resistensi dengan perantaraan plasmid. 
Plasmid R ditemukan sekitar tahun 1960-an dan telah menyebar luas pada populasi bakteri komensal maupun patogen. Plasmid adalah elemen genetik ekstrakromosom yang mampu mengadakan replikasi secara otonom. Pada umumnya plasmid membawa gen pengkode resisten antibiotik. Resistensi yang diperantarai oleh plasmid adalah resistensi yang umum ditemukan pada isolat klinik. Gen yang berlokasi pada plasmid lebih mobil bila dibandingkan dengan yang berlokasi pada kromosom. Oleh karena itu gen resistensi yang berlokasi pada plasmid dapat ditransfer dari satu sel ke sel lain.
 
Bakteri memperoleh gen resisten antibiotik Dikutip dari Levy (1998)
Sifat resistensi dengan perantaraan plasmid biasanya berhubungan dengan sintesis protein yang bekerja secara enzimatik merusak obat atau memodifikasi obat menjadi bentuk yang tidak bersifat bakteriostatik-bakterisid. Sebagai ilustrasi dapat dilihat pada tabel 3 di bawah.
Tabel Beberapa antimikroba dan mekanisme resistensi dengan perantaraan plasmid.
 

Resistensi dengan perantaraan transposon 
Transposon dapat berupa insertion sequence dan transposon kompleks. Transposon adalah struktur DNA yang dapat bermigrasi melalui genom suatu organisme. Struktur ini bisa merupakan bagian dari plasmid dan bakteriofaga tapi dapat juga berasal dari khromosom bakteri. 
Insertion sequence = IS (simple transposon) adalah elemen DNA yang bersifat mobile pada bakteri, biasanya hanya mengandung gen transposase. Struktur ini dapat mengubah urutan DNAnya sendiri dengan memotong dari lokasi DNA dan pindah ke tempat lain. Akibatnya IS menyebabkan susunan genom berubah, terjadi delesi, inversi, duplikasi dan fusi replikasi. 
Transposon kompleks dapat berupa bagian dari plasmid tetapi juga dapat terjadi pada genom bakteri. Transposon terdiri dari gen yang mengkode enzim yang dapat memotong DNAnya sendiri sehingga dapat berpindah ke tempat lain. Transposon kompleks mengandung satu gen atau lebih dengan fungsi yang berbeda-beda. 
Bila transposon yang mengandung gen resisten mengadakan insersi pada plasmid maka akan dipindahkan ke sel lain. Dengan demikian bila plamid mampu bereplikasi sendiri pada inang yang baru atau bila transposon pindah ke plasmid yang mampu mengadakan replikasi atau mengadakan insersi pada khromosom maka sel ini menjadi resisten terhadap antibiotik.
Referensi :
Sunarjati Sudigdoadi , MEKANISME TIMBULNYA RESISTENSI ANTIBIOTIK PADA INFEKSI BAKTERI, Bagian Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama

Facebook